H. Abdullah seorang yang kaya raya, dia mengangkat anak yang tidak lain keponakannya sendiri, Ahmad. Ahmad sebenarnya anak kandung dari kakak H. Abdullah sendiri yang sudah meninggal bernama H. Abdul Azis.
H. Abdul
Azis memiliki 2 anak kandung, yang sulung bernama Ahmad. Saat lahir anak kedua,
Rahmad, H. Abdul Azis sakit-sakitan. Untuk biaya berobat, H. Abdul Azis
menggadaikan hartanya berupa tanah kepada adiknya sendiri, H. Abdullah.
Setahun
kemudian H. Abdul Azis meninggal dunia. H. Abdullah berniat merawat anak sulung
dari kakaknya, Ahmad. Dengan alasan agar Bu Lastri dapat merawat anaknya yang
masih bayi dengan baik, tidak terbebani merawat 2 orang anak sekaligus.
Terlebih H. Abdullah dan istrinya tidak memiliki anak.
Tahun
demi tahun berlalu, Rahmad dan Ahmad telah dewasa. Rahmad tinggal dalam
kesederhanaan bersama Bu Lastri, ibunya. Sementara itu, Ahmad yang dirawat H.
Abdullah mendapat limpahan kasih sayang dari H. Abdullah dan Bu Erna, istrinya.
Oleh H. Abdullah, Ahmad dimasukkan di pondok pesantren milih KH. Hasan Masykuri
untuk menuntut ilmu agama. H. Abdullah sangat percaya kepada Ahmad, jika Ahmad
adalah anak yang baik dan berbakti, serta memiliki ilmu agama yang bermanfaat.
Suatu
hari di rumah H. Abdullah, datang Rahmad ingin menemui H. Abdullah. Dia ingin
meminta hak atas peninggalan ayahnya yang selama ini dikuasai oleh H. Abdullah.
Namun, H. Abdullah marah, dia mengatakan harta tersebut didapatnya melalui
transaksi jual-beli, bukannya diambil cuma-cuma, sehingga Rahmad tidak berhak
meminta hak atas harta tersebut.
Mendengar
perdebatan tersebut, Bu Erna berusaha menengahi. Dia mengatakan Rahmad, tidak
lain juga keponakan sendiri. Seharusnya H. Abdullah juga bisa memberi sedikit
bantuan berupa tanah sawah agar dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan Rahmad
bersama ibunya. H. Abdullah tetap bersikeras, akhirnya Rahmad pergi dari rumah
H. Abdullah. Selang beberapa menit kemudian datang Ahmad. Dia mengutarakan
niatnya untuk meminta sejumlah uang yang besar untuk keperluan pondok pesantren.
Tanpa berpikir panjang, H. Abdullah memenuhi permintaan dari Ahmad. Setelah
mendapatkan yang diminta Ahmad berpamitan. Sepeninggal Ahmad, Bu Erna
menyampaikan jika seharusnya H. Abdullah tidak pilih kasih. Namun H. Abdullah
beralasan Ahmad seorang anak penurut, sehingga wajar jika diperlakukan
istimewa. Sedangkan Rahmad selalu menolak permintaannya, terutama permintaan
agar Rahmad masuk pondok pesantren.
Sementara
itu di jalan, tampak Edi dan Johan sedang menunggu kedatangan Ahmad. Dengan
wajah sumringah, Ahmad datang dan mengatakan jika dia berhasil mendapatkan uang
dari pamannya, H. Abdullah. Sehingga selama beberapa minggu ke depan mereka
dapat berpesta.
Ketika
Ahmad dan teman-temannya sedang menikmati kegembiraan, lewat seorang gadis
bernama Santi. Ahmad yang melihat kecantikan Santi merasa tergoda. Dengan
tindakan yang tidak sopan, Ahmad dan kedua temannya menggoda Santi. Santi yang
merasa ketakutan lari berusaha menyelamatkan diri. Ahmad dan kedua temannyapun
bergegas mengejar Santi.
--- ooOoo ---
Sementara
itu di rumah Bu Lastri, tampak Bu Lastri
sedang duduk termenung seorang diri. Tidak lama datang Rahmad. Rahmad
mengatakan jika usahanya untuk meminta bagian harta warisan ayahnya tidak
berhasil.
Beberapa
waktu kemudian datang Ahmad, mengetahui ibunya belum makan, Ahmad memarahi
Rahmad. Menurutnya, rahmad tidak mampu mengurus ibunya. Ahmad memberikan
sejumlah uang kepada Rahmad, dan meminta Rahmad segera pergi membelikan makanan
untuk Bu Lastri.
Setelah
Rahmad pergi, Ahmad mendekati ibunya dan meminta Setifikat rumah mereka. Karena
ditolak, Ahmad marah. Dia mengobrak-abrik rumah tersebut, dan membawa kabur
Setifikat rumah. Bu Lastri menangis sampai Rahmad pulang. Mengetahui perbuatan
Ahmad, Rahmad emosi, dan berkata kepada ibunya jika dia akan menuntut Ahmad ke
pihak berwajib.
Di rumah
H. Abdullah, Ahmad datang kembali dan megatakan jika kelelahan setelah menjadi
panitia dalam kegiatan di pondok pesantren. Mendengar penuturan Ahmad, H.
Abdullah mempersilahkan Ahmad untuk beristirahat di kamar.
Selang
beberapa waktu, di rumah H. Abdullah kedatangan tamu, KH. Hasan Masykuri, yang
tak lain pengurus pondok pesantren Gebang Ayu tempat Ahmad menuntut ilmu. KH.
Hasan Masykuri mengatakan jika sudah berbulan-bulan Ahmad meninggalkan pondok
pesantren tanpa kabar. H. Abdullah yang mendengar penuturan KH. Hasan Masykuri
terkejut, karena beberapa waktu yang lalu, Ahmad datang dan meminta sejumlah
uang yang besar untuk kebutuhan pondok pesantren.
KH.
Hasan Masykuri menyanggah, jika pondok pesantren tidak pernah membebankan biaya
perawatan pondok kepada santrinya. Bahkan Ahmad sebenarnya telah lama
meninggalkan pondok pesantren. Parahnya, Ahmad mempengaruhi beberapa santri
lainnya untuk pergi meninggalkan pondok pesantren.
Beberapa
waktu kemudian datang Rahmad bersama Kepala Desa, dia mengadu jika Ahmad telah
membawa kabur sertifikat rumah. Karena itu Rahmad datang mengajak Kepala Desa
untuk membantunya meminta kembali Sertifikat rumah yang dibawa Ahmad.
H.
Abdullah merasa terpukul, Ahmad yang dibanggakan ternyata memiliki sifat yang
tidak terpuji. Dengan amarah yang memuncak, H. Abdullah memanggil Ahmad untuk
menemui KH. Hasan Masykuri, juga Kepala Desa yang datang bersama Rahmad.
Mengetahui perbuatannya
terbongkar, Ahmad dengan pasrah mengatakan akan mempertanggungjawabkan segala
perbuatannya, juga meminta maaf kepada H. Abdullah, KH. Hasan Masykuri, dan
Rahmad, adiknya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar