Saridin tinggal bersama istri dan anaknya yang
masih bayi diberi nama Momok. Keluarga Saridin hidup dalam kemiskinan karena
Saridin tidak memiliki pekerjaan tetap. Suatu hari Saridin mengutarakan niat
kepada istrinya akan meminta bagian atas kebun durian yang dikelola kakak
perempuan Saridin yang bernama Sarini bersama suaminya, Branjung. Keinginan
Saridin cukup beralasan karena kebun durian yang dikelola kakaknya merupakan
peninggalan dari orangtua Saridin. Keinginan dari Saridin tersebut didukung
oleh istrinya.
Pada suatu hari Saridin
berkunjung ke rumah kakaknya. Saat tiba di rumah kakaknya, Saridin disambut
hangat oleh Sarini. Saridin disuguhi sepiring roti dan segelas teh. Belum
sempat Saridin meikmati suguhan dari kakaknya, datang Branjung, suami dari
Sarini. Serta merta Branjung mengambil suguhan yang diberikan kepada Saridin
kemudian masuk ke dalam rumah. Sesaat kemudian Branjung keluar membawa sepiring
singkong dan segelas air putih. Sarini tidak menyukai kelakuan suaminya, namun dengan
sombong Branjung memberikan alasan jika suguhan itu berbahaya bagi Saridin.
Jika Saridin memakan suguhan tersebut dan menikmatinya, Branjung khawatir
Saridin ingin makan lagi, sedangkan Saridin orang miskin yang tentu tidak mampu
membeli makanan seperti itu. Jadi lebih baik Saridin disuguhi makanan dan
minuman yang biasa dinikmatinya, yaitu singkong dan air putih. Sarini yang
kesal meninggalkan Saridin bersama Branjung.
Setelah Sarini pergi, tanpa
basa-basi Branjung mengatakan kedatangan Saridin tentu untuk meminjam uang.
Branjung mengatakannya disertai kesombongan yang memamerkan harta kekayaannya.
Setelah mendengarkan Branjung yang mengumbar kesombongan, Saridin mulai
mengutarakan niatnya untuk meminta bagian atas kebun durian peninggalan
orangtuanya untuk dipergunakan menghidupi istri dan anaknya. Branjung menerima
permintaan dari Saridin dengan syarat, buah durian dibagi 2 menurut waktu jatuh
buah durian. Jika buah durian jatuh di waktu malam hari, durian menjadi milik
Saridin, dan sebaliknya jika buah durian jatuh pada waktu siang hari menjadi
milik dari Branjung. Mendengar syarat Branjung, Saridin dapat menerimanya,
namun dia khawatir jika Branjung ingkar janji dan berbuat curang. Karena itu
Saridin meminta Branjung sumpah dihadapan Saridin. Branjung kemudian mengucap
sumpah di depan Saridin jika dia akan mati jika melanggar kesepakatan dan
berbuat curang. Setelah mendapatkan yang diiginkan Saridin berpamitan pulang.
Sepeninggal
Saridin, Branjung berfikir untuk mencurangi Saridin, karena dia takut jika
Saridin dapat memperoleh durian, maka Saridin menjadi kaya dan menjadi saingan
bagi Branjung. Branjung kemudian mengatur siasat agar durian yang diperoleh
Saridin melalui perjanjian tersebut bisa menjadi miliknya.
******
Setelah sampai di rumah Saridin
mengatakan jika usahanya berhasil. Dan sekaligus berpamitan untuk ke kebun
durian memungut buah durian, mengingat hari sudah petang, dan sesuai dengan
perjanjian, yang menjadi miliknya adalah buah durian yang jatuh malam hari.
Saridin kemudian berangkat ke kebun durian membawa sebatang bambu yang
diruncingkan ujungnya.
Setiba di kebun durian, Saridin
mendengar suara buah durian jatuh, tetapi anehnya, saat didatangi tidak ada
satu pun buah durian yang tampak. Setelah berulang beberapa kali, Saridin
melihat sekelebat bayangan dalam gelap malam. Keika diamati dari kejauhan
tampak seekor harimau sedang mengambil durian. Merasa geram, Saridin mengendap
mendekati harimau tersebut, kemudian menusukkan batang bambu runcing yang
dibawanya hingga harimau tersungkur dalam posisi tengkurap, namun aneh, bukan
auman harimau yang terdengar melainkan teriakan orang kesakitan. Saridin kaget,
dia mendekati bangkai harimau yang ditusuk dengan bambunya, ternyata setelah
diamati makhluk tersebut bukan harimau sungguhan, juga bukan harimau
jadi-jadian, melainkan manusia yang memakai penutup tubuh berupa kulit harimau.
Saridin lebih terkejut lagi setelah membuka penutup tubuhnya ternyata orang
yang memakai kulit harimau adalah Branjung, kakak iparnya. Melihat hal itu, Saridin segera lari
bersembunyi.
Beberapa saat kemudian datang
Sarini, kakak Saridin yang tak lain istri dari Branjung. Melihat suaminya
meninggal, Sarini berteriak minta tolong. Datang petugas ronda bersama lurah.
Melihat Branjung tewas terbunuh, petugas ronda dan lurah curiga Saridin yang
melakukan pembunuhan, mengingat petugas ronda bertemu dengan Saridin yang juga
berada di kebun durian. Untuk membuktikannya, Saridin dipanggil untuk datang ke
tempat kejadian.
Setelah Saridin datang, Lurah
menunjuk ke jasad Branjung yang tertutup kulit harimau. Saat ditanya Saridin
mengatakan jika itu jasad harimau, dan mengaku telah membunuh harimau tersebut.
Lurah kemudian membuka kulit harimau, dan kembali bertanya. Namun Saridin
menolak mengakui telah membunuh Branjung, kakak iparnya. Lurah menutup kembali
tubuh Branjung dengan kulit harimau, dan Saridin mengakui telah membunuh
harimau. Hal itu terjadi berulang-ulang dan jawaban Saridin selalu sama. Merasa
kehabisan akal, Lurah melaporkan hal tersebut sekaligus membawa Saridin kepada Bupati
Pati.
Di hadapan Bupati Pati yang
menanyakan hal sama, Saridin memberi jawaban yang sama pula. Saridin merasa
membunuh harimau yan hendak mencuri durian milikya namun dia menolak dituduh
telah membunuh Branjung, kakak iparnya.
Akhirnya Bupati Pati berusaha
mengikuti jalan pikiran Saridin. Bupati Pati beranggapan Saridin adalah orang
yang lugu dan bodoh. Bupati Pati mencari akal untuk dapat memenjarakan Saridin
namun menggunakan strategi permainan kata dan kiasan.
Bupati Pati mengatakan jika
harimau tersebut memang bersalah telah mencuri durian milik Saridin. Karena itu
perlu dihukum. mengingat harimau itu sudah mati, maka hukuman yang diberikan pada
harimau adalah dikubur. Sedangkan Saridin adalah orang yang benar, sehingga
layak diberi hadiah. Bupati Pati mengatakan jika Saridin akan diberi hadiah
berupa OMAH LOJI RUJI WESI, MANGAN DIWENEHI, NGOMBE DITERI (rumah
gedongan berpagar besi, makan dan minum dilayani), yang merupakan kiasan dari
penjara. Saridin bertanya, jika dia harus tinggal di tempat tersebut sendiri,
sedangkan dia memiliki anak dan istri. Bila merasa rindu dengan keluarganya
apakah diperbolehkan untuk pulang. Bupati menjawab dengan ringan. Saridin boleh
pulang asal mampu. Akhirnya Saridin berhasil dimasukkan ke dalam penjara.
******
Di
dalam penjara Saridin merasa rindu dengan keluarganya, karena itu dia berniat
untuk pulang menjenguk istri dan anaknya. Karena Saridin orang yang dekat
dengan Sang Pencipta, maka dengan do’anya pintu penjara dapat terbuka dengan
sendiri tanpa merusaknya. Saridin dengan mudah dapat keluar dan pergi dari
penjara menuju rumahnya dengan berjalan santai.
Di rumah Saridin, tampak istrinya
sedang dirayu oleh lurah yang ingin memperistrinya. Dengan berbagai cara lurah
merayu bahkan dengan iming-iming akan diberi harta benda melimpah. Namun istri
Saridin setia kepada suaminya, dia menolak keinginan dari lurah. Karena marah,
lurah berusaha memaksa istri Saridin sehingga istri Saridin berteriak minta
tolong dengan ketakutan. Tanpa diduga Saridin keluar dari dalam rumah dan mengusir
lurah dari rumahnya. Istrinya yang ketakutan berusaha menjelaskan permasalahan
yang sedang terjadi, namun Saridin dengan tenang menjawab jika dia sudah tahu
permasalahannya, dan istrinya tidak bersalah.
Setelah melepaskan rindu kepada
keluarganya, Saridin pamit untuk kembali ke dalam penjara.
Sementara itu di pendopo
Kabupaten lurah datang dan marah. Merasa jika bupati dan prajuritnya telah
lengah dalam menjaga sehingga Saridin dapat kabur dari penjara. Bupati
mengatakan jika Saridin masih di dalam penjara. Untuk membuktikannya, bupati
memanggil nama Saridin, dan terdengar jawaban dari dalam penjara yang
membuktikan jika Saridin masih di dalam penjara. Merasa yakin jika Saridin
telah kabur dari penjara, lurah meminta Saridin didatangkan ke pendopo Kabupaten.
Bupati pati memenuhi permintaan lurah. Setelah Saridin datang Bupati menanyakan
tentang kebenaran jika Saridin telah “lari” dari penjara. Dengan lugu Saridin
menjawab jika dia tidak lari, melainkan jalan kaki dengan santai. Pertanyaan
itu diulang beberapa kali oleh Bupati, dan jawaban Saridin tetap sama. Akhirnya
Bupati mengatakan, jika kabur dari penjara itu sama halnya disebut dengan
“lari”. Saridin menyangkal dia kabur, karena merasa sudah mendapat ijin saat
keluar dari penjara. Menurut Saridin, Bupati sendiri yang memberi ijin. Sebelum
memasukkan ke dalam penjara, Bupati sempat mengatakan jika Saridin boleh pulang
jika mampu, dan karena mampu, maka Saridin tidak merasa bersalah. Bupati marah
mendengar jawaban Saridin karena merasa dibodohi. Bupati memerintahkan agar
Saridin untuk dibawa ke alun-alun Kabupaten. Saat Saridin bertanya, Bupati
menjawab jika Saridin akan dihukum Granjung, yaitu, akan dimasukkan ke dalam
peti, ditutup rapat kemudian ditimbun dengan tanah. Saridin kembali bertanya.
Jika para prajurit kurang rapat dalam memasang paku, apakah diperbolehkan
membantu memasang paku. Jawaban Bupati sama, boleh asal mampu.
Di alun-alun dan disaksikan
banyak orang akhirnya Saridin dimasukkan ke dalam peti, kemudian sejumlah
prajurit Kabupaten memasang paku di peti. Namun ajaib tiba-tiba Saridin berada
di antara prajurit dan memasang paku, sedangkan dari dalam peti terdengar
teriakan seorang prajurit Kabupaten. Bupati yang merasa heran menyaksikan
kejadian tersebut memerintahkan prajurit untuk menyiapkan tali gantungan. Tali
tersebut akan digunakan untuk menghukum gantung Saridin. Saridin menanyakan
cara melakukan hukuman gantung. Bupati menjawab, Saridin berada di dalam ikatan
tali gantungan, kemudian prajurit bersama sama menarik tali gantungan. Saridin
kembali bertanya, jika tarikan prajurit kurang kuat, apa diperbolehkan untuk
membantu. Dan lagi-lagi jawaban Bupati sama. Saridin boleh membantu asalkan
mampu.
Di tiang gantungan, keajaiban
kembali terjadi. Saat prajurit sibuk menarik tiang gantungan, ternyata Saridin
berada diantara mereka ikut menarik tali gantungan sementara itu seorang
prajurit lain berteriak minta tolong karena tiba-tiba berada di tiang gantungan
menggantikan Saridin. Amarah Bupati tidak
terbendung lagi. Dia memerintahkan prajurit untuk menangkap Saridin.
Saridin lari sambil meraih tali
gantungan dan melemparkannya kepada prajurit yang mengejarnya. Tali tersebut
kemudian secara ajaib semampir (melilit) tubuh prajurit sehingga tidak mampu
mengejar Saridin. Di kemudian hari tempat tersebut diberi nama desa Semampir.
Saridin terus berlari karena dikejar oleh prajurit. Di setiap tempat yang
disinggahinya Saridin memberi nama tempat tersebut. Antara lain : Ngeluk
Pedhut, Kali Kosek, Guyangan, dan Brubusan. Prajurit yang tidak mampu mengejar
Saridin akhirnya kembali ke Kabupaten
Pati.
Sementara itu Saridin terus
berlari dan sampai di dalam hutan. Di dalam hutan Saridin bersedih dan menangis
karena ingat dengan istri dan anaknya yang ditinggalkannya. Di tengah
kesedihan, datang Sunan Kalijaga. Saridin diperintahkan Sunan Kalijaga untuk
menuju pesisir pantai Parang Tritis. Sesampainya di Parang Tritis Saridin
bertemu ibunya, padahal sesungguhnya ibu dari Saridin telah meninggal dunia.
Saat bertemu ibunya tersebut,
Saridin menanyakan nama ibunya, kemudian dijawab jika namanya Dewi Samaran.
Saat pertemuan tersebut, ibu saridin memberinya wejangan agar menuju tempat
bernama Kudus, dimana terdapat sebuah pesantren atau perguruan besar yang
diasuh oleh seseorang bernama Sunan Kudus. Saridin diperintahkan untuk masuk ke
pesantren dan menjadi murid Sunan Kudus. Saridin selama menjadi murid harus
taat dan patuh pada Sunan Kudus.
Di pesantren Sunan Kudus, Saridin
diterima sebagai murid. Di tempat tersebut Saridin diberi pelajaran Syahadat
juga berbagai ilmu agama dan kesaktian yang bersumber dari do’a kepada Tuhan
Yang Maha Esa.
Ditempat tersebut Saridin memiliki ilmu yang
luar biasa. Saridin mampu mengambil air dengan keranjang yang berlubang, juga
kesaktian mampu memasukkan ikan ke dalam kendi dan buah kelapa. Seolah-olah
kesaktian Sunan Kudus dikalahkan Saridin. Melihat kemampuan Saridin, murid
Sunan Kudus lainnya merasa tidak senang sehingga Saridin diusir dan dilarang
menginjakkan kaki di tanah Kudus. Saridin menolak karena ingin mempelajari ilmu
sebanyak-banyaknya dari Sunan Kudus. Saridn lari dan bersembunyi di dalam
kakus. Namun di dalam kakus ternyata ada istri dari Sunan Kudus. Merasa tidak
senang dengan kelakuan Saridin, istri Sunan Kudus mengusir Saridin dari Kudus.
Saridin lari kemudian dikejar Sunan Kudus dan murid yang lain. Diperjalanan
mengejar Saridin, Sunan Kudus memberi nama sebuah tempat dengan nama desa
Tanggulangin.
Saridin kembali berada di dalam
hutan. Dia menangis menghadapi cobaan yang dirasa terlalu berat, terlebih
Saridin juga harus jauh dari istri dan anak yang sangan disayanginya. Karena
merasa putus asa, Saridin hendak bunuh diri. Secara tiba-tiba Sunan Kalijaga
datang menghampiri Saridin. Saridin diperintahkan untuk bertapa ngrumbang, yang
artinya harus menghanyutkan diri di laut dengan menggunakan dua butir kelapa
selama delapan tahun.
Diperjalanan menuju laut untuk
menjalankan perintah dari Sunan Kalijaga, Saridin bertemu seorang pedagang
legen. Saridin ditawari untuk minum. Saridin meminum legen dari pedagang
tersebut hingga habis. Saat diminta untuk membayar, Saridin memasukkan daun ke
dalam bumbung (batang bambu) wadah dari legen, kemudian pergi. Pedagang legen merasa ditipu. Pedagang
legen marah dan mengumpat sambil berjalan pulang menuju rumahnya.
Setelah sampai di rumah, pedagang
legen menceritakan kejadian yang menimpa kepada istrinya. Mendengar penuturan
suaminya, sang istri marah dan meraih bumbung wadah legen untuk memukul
suaminya, namun ajaib, wadah legen yang sebelumnya diisi Saridin dengan
dedaunan ternyata isinya telah berubah menjadi emas, permata, juga bermacam
perhiasan berharga lainnya. Pedagang legen dan istrinya merasa heran juga
bersyukur atas karunia yang diterimanya. Mereka juga tidak jadi
bertengkar. Tidak lama kemudian datang
Saridin untuk meminta dua butir kelapa yang akan dipergunakan untuk bertapa
ngrumbang. Setelah diberi dua butir kelapa yang diminta, Saridin berangkat dan
meminta do’a kepada pedagang legen dan istrinya.
Setelah sampai di laut, saridin memulai pertapaanya. Saat akan masuk ke laut untuk mulai bertapa, Saridin melihat bayangan dari Sunan Kalijaga. Saridin merasa tenang karena masih di jangkung (diperhatikan dan dijaga dari kejauhan) oleh Sunan Kalijaga. Karena itu Saridin mengganti namanya menjadi Jangkung.
Setelah sampai di laut, saridin memulai pertapaanya. Saat akan masuk ke laut untuk mulai bertapa, Saridin melihat bayangan dari Sunan Kalijaga. Saridin merasa tenang karena masih di jangkung (diperhatikan dan dijaga dari kejauhan) oleh Sunan Kalijaga. Karena itu Saridin mengganti namanya menjadi Jangkung.
BERSAMBUNG.........
SULABI memberikan cerita tertulis per adegan berdasarkan pengalaman (ng)gedong/main tobong di wilayah Pati Jawa tengah.
*) Narasumber :
SUWITO (AGIL SUWITO) menyampaikan cerita secara tutur berdasarkan pengalaman (ng)gedong/main tobong di wilayah Pati Jawa tengah.
SULABI memberikan cerita tertulis per adegan berdasarkan pengalaman (ng)gedong/main tobong di wilayah Pati Jawa tengah.
Sumber gambar ilustrasi :
http://carapik.blogspot.co.id/2013/01/saridin.html
Syekh Jangkung salah satu tokoh yang terkenal di wilayah Pati, Jawa Tengah dan sekitarnya. beliau dipercaya hidup pada jaman para wali sanga. Beliau dikenal sebagai salah satu tokoh penyebar agama Islam. sedangkan cerita yang saya tulis ini berdasarkan cerita yang sering dipentaskan oleh ketoprak dan ludruk gedongan jaman dulu. tentang kebenaran keberadaan tokoh ini, ataupun jika memang tokoh ini ada, bagaimana kisah kehidupannya. dipelukan pembuktian lebih lanjut.
BalasHapuskalau mungkin membutuhkan referensi tentang tokoh ini bisa kunjungi di http://www.merdeka.com/peristiwa/mitos-syekh-jangkung-jejak-paranormal-di-pati.html
BalasHapuswalaupun mungkin di situs tersebut tidak ada pembuktian yang jelas
Nguri2 budoyo tanah jawa !!!
BalasHapusNggih pak..
BalasHapus