Penata
Iringan : WARIONO
Di rumahnya yang sederhana, Tarno
sudah berpakaian rapi hendak berangkat sekolah, tetapi tampaknya dia sedang
bimbang dan memikirkan sesuatu. Tidak lama kemudian datang Ningsih temannya
sejak kecil yang juga teman sekolahnya. Ningsih menjemputnya untuk berangkat
sekolah bersama. Namun Tarno mengatakan malas untuk berangkat sekolah. Hal
tersebut membuat Ningsih heran. Selama ini Tarno dikenal sebagai anak yang
rajin dan pandai, tentu menjadi sesuatu yang aneh jika seorang anak yang rajin
dan pandai mengatakan malas untuk berangkat sekolah.
Ningsih berusaha mendesak agar Tarno
menceritakan masalah yang dihadapi sehingga membuatnya enggan berangkat sekolah
bersama seperti biasanya. Tarno kemudian bercerita jika selama satu minggu
setiap hari dirinya dipanggil oleh guru karena dirinya belum membayar biaya
sekolahnya yang merupakan syarat untuk dapat mengikuti ujian. Dia terancam
tidak dapat mengikuti ujian karena sampai hari ini ayahnya belum memberikan
uang untuk membayar sekolah. Tarno mengaku malu juga takut untuk bertemu dengan
guru.
Merasa telah berteman lama, Ningsih merasa
iba dan sedih mendengar masalah yang dihadapi temannya. Karena itu dia
menawarkan bantuan agar Tarno tetap dapat sekolah dan mengikuti ujian. Namun
Tarno menolak bantuan Ningsih.
Ningsih tidak lagi memaksa. Diapun
berangkat sekolah sendiri karena Tarno tetap menolak untuk berangkat sekolah.
Selang beberapa waktu Pak Trimo, ayah
Tarno datang dari sawah. Pak Trimo heran melihat waktu sudah siang namun Tarno masih
di rumah.
Pak Trimo hanya dapat menghela nafas
panjang mendengar penuturan Tarno. Sebenarnya Pak trimo sudah berusaha mencari
pinjaman uang namun belum juga dapat. Tarno menyadari kesulitan ayahnya, karena
itu dia mengutarakan niatnya untuk berhenti sekolah. Dia ingin dapat membantu
ayahnya yang bekerja seorang diri, mengingat saat ibu Tarno masih hidup, kedua
orangtuanya bekerja sehingga meskipun selalu dalam kesusahan, kebutuhannya sekolah
masih dapat dipenuhi.
Mendengar penuturan Tarno, Pak Trimo
trenyuh hantinya. Dia menyadari keluarganya miskin, namun harapan Pak Trimo,
anaknya bisa mengenyam pendidikan tinggi sehingga dapat mencari pekerjaan yang
lebih baik kelak. Tidak seperti dirinya yang tidak pernah sekolah.
Tampaknya Tarno sudah bulat tekadnya,
dia sudah memutuskan untuk berhenti sekolah. Melihat sikap anaknya Pak Trimo
marah. Karena rasa sayangnya, akhirnya Tarno bersedia pergi ke sekolah. Dan
berjanji akan tetap sekolah.
Pak Trimo semakin gundah, dan hanya
dapat mengelus dada merasakan beban hidupnya yang begitu berat.
Dari luar terdengar ucapan salam.
Ternyata tamu tersebut adalah Pak Budi Kepala Dusun di desa tempatnya tinggal.
Tanpa diduga Pak Trimo menyerang Pak Budi. Tentu Pak Budi yang diserang
tiba-tiba kaget. Terlebih dia tidak merasa berbuat salah kepada Pak Trimo.
Setelah reda amarahnya, Pak Trimo menceritakan
tentang kesusahannya, dia juga marah kepada Pak Parto, Kepala Desa baru yang
menjabat belum genap satu tahun. Pak Trimo mengingatkan Pak Budi, bahwa pada
saat pemilihan Kepala Desa, dia salah satu dari tim suksesnya. Bahkan satu tim
dengan Pak Budi untuk memenangkan Pak Parto dalam pemilihan Kepala Desa. Tetapi
sekarang jangankan diberikan keistimewaan, Pak Trimo meminjam uang untuk biaya
sekolah anaknya saja ditolak mentah-mentah.
Pak Trimo menganggap Pak Budi lebih
beruntung. Begitu Pak Parto terpilih sebagai Kepala Desa, ada lowongan
Perangkat Desa, dan Pak Budi di luluskan dengan nilai terbaik sehingga bisa
menjadi Perangkat Desa.
Pak Budi membantahnya, dia menjadi
Perangkat Desa bukan semata karena hasil ujian diberi nilai terbaik sebab dekat
dengan Kepala Desa. Tetapi Pak Budi diminta sejumlah uang yang sangat banyak
bahkan bernilai ratusan juta. Tidak hanya itu, semua tanggungjawab pekerjaan di
kantor diserahkan kepada Pak Budi.
Mendengar penuturan Pak Budi, Pak
Trimo mengatakan bahwa setelah terpilih sebagai Kepala Desa, Pak Parto telah
melupakan janjinya. Bukan hanya kepada tim suksesya, tetapi janji politik yang
disampaikan kepada masyarakat juga tidak ada yang ditepati. Pak Trimo merasa
dalam menjalankan pemerintahan, Pak Parto tidak transparan. Banyak dana yang
diselewengkan. Bahkan jatah beras untuk masyarakat miskin berupa Raskin juga
diselewengkan. Padahal Pak Parto baru menjabat sebagai Kepala Desa.
Pak Trimo berencana melakukan
demonstrasi, dia akan mengajak masyarakat ke kantor Kepala Desa, atau kalau
perlu ke rumah Kepala Desa untuk meminta pertanggungjawaban atas segala
tindakan penyelewengan dana yang dilakukukan. Mendengar penuturan Pak Trimo,
Pak Budi mendukung sepenuhnya langkah yang akan ditempuh oleh Pak Trimo. Karena
itu mereka membagi tugas untuk mengumpulkan masyarakat.
***********
Di perjalanan Pak Trimo bertemu dengan
Raji yang juga sebelumnya menjadi tim sukses dari Pak Parto. Mengetahui rencana
Pak Trimo, Raji berusaha mencegahnya. Menurutnya segala sesuatunya dapat
dibicarakan baik-baik tanpa harus mengumpulkan massa. Pak Trimo marah. Dia
menganggap Raji mendukung kesewenang-wenangan Pak Parto. Karena itu Pak Trimo
sampai berkelahi adu fisik dengan Raji. Beruntung Pak Budi lewat yang kemudian
melerai.
Pak Budi menjelaskan masalah yang
terjadi. Raji dapat menerima kemudian ikut berangkat ke rumah Kepala Desa.
***********
Sementara itu di rumah Kepala Desa, Bu
Murni ngomel sendiri. Dia mengatakan malu jika harus berkumpul dengan tetangga,
karena secara diam-diam semua tetangganya membicarakan keburukan suaminya dalam
menjalankan pemerintahan di desa. Mendengar penuturan istrinya, Pak Parto
menanggapinya dengan santai. Dia merasa segala yang dilakukannya tidak salah,
karena semua itu adalah hak Kepala Desa.
Bu Murni mengingatkan agar suaminya
tidak lagi melakukan hal yang merugikan masyarakat. Selain karena itu melanggar
hukum, perbuatannya juga merugikan banyak warga yang telah memberikan
kepercayaan dengan memilihnya dalam pemilihan Kepala Desa. Pak Parto tetap
ngotot. Dia beralasan semua itu sudah menjadi urusan pribadinya, sebagai
seorang istri Bu Murni diminta untuk tidak ikut campur.
***********
Beberapa waktu kemudian datang Pak
Trimo, Pak Budi juga warga lainnya. Tekad Pak Trimo dan warga lainnya sudah
bulat. Jika Pak Parto tidak bersedia mengakui kesalahan dan mengembalikan
segala yang bukan menjadi haknya, maka saat itu juga Pak Parto akan diturunkan
sebagai Kepala Desa.
Semakin lama didesak membuat Pak Parto
menjadi gentar. Akhirnya dia mengakui kesalahannya. Menurut pengakuannya hal
itu dilakukannya karena ingin segera mengembalikan modal dalam pemilihan Kepala
Desa yang diakuinya berjumlah milyaran. Namun Pak Parto sadar hal itu tidak
pantas dilakukannya. Karena itu dia berjanji mengembalikan semua yang
diambilnya dengan cara tidak benar. Pak Parto juga mengajak Pak Trimo dan Pak
Budi, juga tim suksesnya dulu semuanya untuk ikut membantu meminta maaf kepada
warga dari pintu ke pintu.
Pak Trimo, juga yang lainnya dapat
menerimanya. Karena itu semua yang datang ke rumah Kepala Desa membubarkan diri
untuk kembali ke rumah masing-masing.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar